Kalian dengar tawaku? Apa kalian lihat senyumku?. Jika kalian dengar, apakah bisa kalian dengarkan lirik kesedihan yang terbalut sempurna oleh kegembiraan yang palsu. Kegembiraan yang kalian coba buat, sengaja untuk menutupi kebohongan – kebohongan, kepalsuan, dan kehancuran yang kalian sendiri lakukan, lalu kami yang menanggung. Sungguh tragis, seorang kakek yang setiap hari berjalan memungut sampah – sampah plastik untuk dapat ditukarkan dengan sedikit uang, yang uang itu digunakan untuk makan cucunya. Benar – benar ironis, seorang ibu yang ditinggal pergi suaminya, setiap hari dia menyapu gerbong KRL ekonomi hanya untuk dapat memberi makan anaknya. Apa mereka pernah berpikir untuk membeli baju baru? Atau apa pernah mereka berpikir untuk pergi ke luar negeri, tamasya ke swiss, belanja di singapore, atau hanya sekedar menikmati sinar matahari di pantai bali. Mungkin sempat mereka berpikir seperti itu, tapi kemudian imajinasi itu terhapus oleh beban berat yang mereka tanggung , yang langsung saja dalam hitungan persekian nano detik beban itu mengubur hidup – hidup imajinasi mereka. bermimpi adalah hiburan bagi mereka, dalam mimpi itu mereka bisa tertawa, dalam mimpi itu mereka bisa tersenyum, dan dalam mimpi itu mereka didik anak mereka agar dapat meneruskan mimpi ibunya.
Dengarkan wahai ulul azmi, kalian yang ditakdirkan oleh rabb mu untuk membantu mereka hidup, untuk membantu mereka menyentuh mimpi, untuk membantu mereka mencari hak yang seharusnya mereka dapatkan. Dengarkan kesedihan mereka, jangan takut mereka meminta hal yang macam – macam, karena permintaan mereka hanya satu, tolong dengarkan kami, dan bantu anak – anak kami, karena anak kami yang nanti akan membantu menghangatkan api neraka yang sangat panas, karena anak kami yang nanti akan membantu mengurangi duri – duri cambuk yang menghantam kami, dan karena mereka anak kami yang nanti akan memberi seteguk air segar di tengah lautan larva naar yang mendidih.
Kehancuran bumi tempat kami tinggal memang sudah semestinya. Ini bukan salah mu wahai presiden, ini bukan salahmu wahai para menteri, dan ini memang bukan salah siapa – siapa. Cerita tentang hidup ini, episode tentang hidup ini, memang begini adanya. Perubahan jalan cerita, perubahan karakter, dan perubahan lokasi tempat kami pentas bukan kalian yang mengatur. Tapi sang pembuat cerita yang mengarahkan kita. Kita hanya disuruh memilih, engkau mau yang benar atau salah, baik atau buruk, celaka atau selamat. Kemudian pilihan yang kita buat harus kita terima konsekuensinya.
Selamat malam wahai bintang, salam sejahtera wahai bulan. Aku harap kau akan muncul esok untuk aku dapat mengucapkan selamat pagi kepadamu.